HEY WELCOME TO MY BLOG, ENJOY !

Rabu, 20 November 2013

Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan”

Setiap acara wisuda di kampus-kampus selalu ada pidato sambutan dari salah seorang wisudawan. Biasanya yang terpilih memberikan pidato sambutan adalah pribadi yang unik, tetapi tidak selalu yang mempunyai IPK terbaik. Sepanjang yang saya pernah ikuti, isi pidatonya kebanyakan tidak terlalu istimewa, paling-paling isinya kenangan memorabilia selama menimba ilmu di kampus itu, kehidupan mahasiswa selama kuliah, pesan-pesan, dan ucapan terima kasih kepada dosen dan teman-teman civitas academica.

Namun, yang saya tulis dalam posting-an ini bukan pidato wisudawan, tetapi wisudawan SMA di Amerika. Beberapa hari yang lalu saya menerima kiriman surel dari teman di milis dosen yang isinya cuplikan pidato Erica Goldson (siswi SMA) pada acara wisuda di Coxsackie-Athens High School, New York, tahun 2010. Erica Goldson adalah wisudawan yang lulus dengan nilai terbaik pada tahun itu. Isi pidatonya sangat menarik dan menurut saya sangat memukau. Namun, setelah saya membacanya, ada rasa keprihatinan yang muncul (nanti saya jelaskan).Cuplikan pidato ini dikutip dari tulisan di blog berikut: http://pohonbodhi.blogspot.com/2010/09/you-are-either-with-me-or-against-me.html dan http://rinaldimunir.wordpress.com/2013/04/07/pidato-wisudawan-terbaik-memukau-tetapi-sekaligus-menakutkan/#comment-16493

“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.

Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini. Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja.

Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.

Saat anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik membaca hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu. Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan tersesat dalam kehidupan saya?

Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan…….”


Hmmm… setelah membaca pidato wisudawan terbaik tadi, apa kesan anda? Menurut saya pidatonya adalah sebuah ungkapan yang jujur, tetapi menurut saya kejujuran yang “menakutkan”. Menakutkan karena selama sekolah dia hanya mengejar nilai tinggi, tetapi dia meninggalkan kesempatan untuk mengembangkan dirinya dalam bidang lain, seperti hobi, ketrampilan, soft skill, dan lain-lain. Akibatnya, setelah dia lulus dia merasa gamang, merasa takut terjun ke dunia nyata, yaitu masyarakat. Bahkan yang lebih mengenaskan lagi, dia sendiri tidak tahu apa yang dia inginkan di dalam hidup ini.

Saya sering menemukan mahasiswa yang hanya berkutat dengan urusan kuliah semata. Obsesinya adalah memperoleh nilai tinggi untuk semua mata kuliah. Dia tidak tertarik ikut kegiatan kemahasiswaan, baik di himpunan maupun di Unit Kegiatan Mahasiswa. Baginya hanya kuliah, kuliah, dan kuliah. Memang betul dia sangat rajin, selalu mengerjakan PR dan tugas dengan gemilang. Memang akhirnya IPK-nya tinggi, lulus cum-laude pula. Tidak ada yang salah dengan obsesinya mengejar nilai tinggi, sebab semua mahasiswa seharusnya seperti itu, yaitu mengejar nilai terbaik untuk setiap kuliah. Namun, untuk hidup di dunia nyata seorang mahasiswa tidak bisa hanya berbekal nilai kuliah, namun dia juga memerlukan ketrampilan hidup semacam soft skill yang hanya didapatkan dari pengembangan diri dalam bidang non-akademis.

Nah, kalau mahasiswa hanya berat dalam hard skill dan tidak membekali dirinya dengan ketrampilan hidup, bagaimana nanti dia siap menghadapi kehidupan dunia nyata yang memerlukan ketrampilan berkomunikasi, berdiplomasi, hubungan antar personal, dan lain-lain. Menurut saya, ini pulalah yang menjadi kelemahan alumni ITB yang disatu sisi sangat percaya diri dengan keahliannya, namun lemah dalam hubungan antar personal. Itulah makanya saya sering menyemangati dan menyuruh mahasiswa saya ikut kegiatan di Himpunan mahasiswa dan di Unit-Unit Kegiatan, agar mereka tidak menjadi orang yang kaku, namun menjadi orang yang menyenangkan dan disukai oleh lingkungan tempatnya bekerja dan bertempat tinggal. Orang yang terbaik belum tentu menjadi orang tersukses, sukses dalam hidup itu hal yang lain lagi.

Menurut saya, apa yang dirasakan wisudawan terbaik Amerika itu juga merupakan gambaran sistem pendidikan dasar di negara kita. Anak didik hanya ditargetkan mencapai nilai tinggi dalam pelajaran, karena itu sistem kejar nilai tinggi selalu ditekankan oleh guru-guru dan sekolah. Jangan heran lembaga Bimbel tumbuh subur karena murid dan orangtua membutuhkannya agar anak-anak mereka menjadi juara dan terbaik di sekolahnya. Belajar hanya untuk mengejar nilai semata, sementara kreativitas dan soft skill yang penting untuk bekal kehidupan terabaikan. Sistem pendidikan seperti ini membuat anak didik tumbuh menjadi anak “penurut” ketimbang anak kreatif.

Baiklah, pada bagian akhir tulisan ini saya kutipkan teks asli (dalam Bahasa Inggris) Erica Goldson di atas agar kita memahami pidato lengkapnya. Teks asli pidatonya dapat ditemukan di dalam laman web ini: Valedictorian Speaks Out Against Schooling in Graduation Speech .

Valedictorian Speaks Out Against Schooling in Graduation Speech

by Erica Goldson

Here I stand

There is a story of a young, but earnest Zen student who approached his teacher, and asked the Master, “If I work very hard and diligently, how long will it take for me to find Zen? The Master thought about this, then replied, “Ten years.” The student then said, “But what if I work very, very hard and really apply myself to learn fast – How long then?” Replied the Master, “Well, twenty years.” “But, if I really, really work at it, how long then?” asked the student. “Thirty years,” replied the Master. “But, I do not understand,” said the disappointed student. “At each time that I say I will work harder, you say it will take me longer. Why do you say that?” Replied the Master, “When you have one eye on the goal, you only have one eye on the path.”

This is the dilemma I’ve faced within the American education system. We are so focused on a goal, whether it be passing a test, or graduating as first in the class. However, in this way, we do not really learn. We do whatever it takes to achieve our original objective.

Some of you may be thinking, “Well, if you pass a test, or become valedictorian, didn’t you learn something? Well, yes, you learned something, but not all that you could have. Perhaps, you only learned how to memorize names, places, and dates to later on forget in order to clear your mind for the next test. School is not all that it can be. Right now, it is a place for most people to determine that their goal is to get out as soon as possible.

I am now accomplishing that goal. I am graduating. I should look at this as a positive experience, especially being at the top of my class. However, in retrospect, I cannot say that I am any more intelligent than my peers. I can attest that I am only the best at doing what I am told and working the system. Yet, here I stand, and I am supposed to be proud that I have completed this period of indoctrination. I will leave in the fall to go on to the next phase expected of me, in order to receive a paper document that certifies that I am capable of work. But I contend that I am a human being, a thinker, an adventurer – not a worker. A worker is someone who is trapped within repetition – a slave of the system set up before him. But now, I have successfully shown that I was the best slave. I did what I was told to the extreme. While others sat in class and doodled to later become great artists, I sat in class to take notes and become a great test-taker. While others would come to class without their homework done because they were reading about an interest of theirs, I never missed an assignment. While others were creating music and writing lyrics, I decided to do extra credit, even though I never needed it. So, I wonder, why did I even want this position? Sure, I earned it, but what will come of it? When I leave educational institutionalism, will I be successful or forever lost? I have no clue about what I want to do with my life; I have no interests because I saw every subject of study as work, and I excelled at every subject just for the purpose of excelling, not learning. And quite frankly, now I’m scared.

John Taylor Gatto, a retired school teacher and activist critical of compulsory schooling, asserts, “We could encourage the best qualities of youthfulness – curiosity, adventure, resilience, the capacity for surprising insight simply by being more flexible about time, texts, and tests, by introducing kids into truly competent adults, and by giving each student what autonomy he or she needs in order to take a risk every now and then. But we don’t do that.” Between these cinderblock walls, we are all expected to be the same. We are trained to ace every standardized test, and those who deviate and see light through a different lens are worthless to the scheme of public education, and therefore viewed with contempt.

H. L. Mencken wrote in The American Mercury for April 1924 that the aim of public education is not “to fill the young of the species with knowledge and awaken their intelligence. … Nothing could be further from the truth. The aim … is simply to reduce as many individuals as possible to the same safe level, to breed and train a standardized citizenry, to put down dissent and originality. That is its aim in the United States.”

To illustrate this idea, doesn’t it perturb you to learn about the idea of “critical thinking?” Is there really such a thing as “uncritically thinking?” To think is to process information in order to form an opinion. But if we are not critical when processing this information, are we really thinking? Or are we mindlessly accepting other opinions as truth?

This was happening to me, and if it wasn’t for the rare occurrence of an avant-garde tenth grade English teacher, Donna Bryan, who allowed me to open my mind and ask questions before accepting textbook doctrine, I would have been doomed. I am now enlightened, but my mind still feels disabled. I must retrain myself and constantly remember how insane this ostensibly sane place really is.
And now here I am in a world guided by fear, a world suppressing the uniqueness that lies inside each of us, a world where we can either acquiesce to the inhuman nonsense of corporatism and materialism or insist on change. We are not enlivened by an educational system that clandestinely sets us up for jobs that could be automated, for work that need not be done, for enslavement without fervency for meaningful achievement. We have no choices in life when money is our motivational force. Our motivational force ought to be passion, but this is lost from the moment we step into a system that trains us, rather than inspires us.

We are more than robotic bookshelves, conditioned to blurt out facts we were taught in school. We are all very special, every human on this planet is so special, so aren’t we all deserving of something better, of using our minds for innovation, rather than memorization, for creativity, rather than futile activity, for rumination rather than stagnation? We are not here to get a degree, to then get a job, so we can consume industry-approved placation after placation. There is more, and more still.

The saddest part is that the majority of students don’t have the opportunity to reflect as I did. The majority of students are put through the same brainwashing techniques in order to create a complacent labor force working in the interests of large corporations and secretive government, and worst of all, they are completely unaware of it. I will never be able to turn back these 18 years. I can’t run away to another country with an education system meant to enlighten rather than condition. This part of my life is over, and I want to make sure that no other child will have his or her potential suppressed by powers meant to exploit and control. We are human beings. We are thinkers, dreamers, explorers, artists, writers, engineers. We are anything we want to be – but only if we have an educational system that supports us rather than holds us down. A tree can grow, but only if its roots are given a healthy foundation.

For those of you out there that must continue to sit in desks and yield to the authoritarian ideologies of instructors, do not be disheartened. You still have the opportunity to stand up, ask questions, be critical, and create your own perspective. Demand a setting that will provide you with intellectual capabilities that allow you to expand your mind instead of directing it. Demand that you be interested in class. Demand that the excuse, “You have to learn this for the test” is not good enough for you. Education is an excellent tool, if used properly, but focus more on learning rather than getting good grades.

For those of you that work within the system that I am condemning, I do not mean to insult; I intend to motivate. You have the power to change the incompetencies of this system. I know that you did not become a teacher or administrator to see your students bored. You cannot accept the authority of the governing bodies that tell you what to teach, how to teach it, and that you will be punished if you do not comply. Our potential is at stake.

For those of you that are now leaving this establishment, I say, do not forget what went on in these classrooms. Do not abandon those that come after you. We are the new future and we are not going to let tradition stand. We will break down the walls of corruption to let a garden of knowledge grow throughout America. Once educated properly, we will have the power to do anything, and best of all, we will only use that power for good, for we will be cultivated and wise. We will not accept anything at face value. We will ask questions, and we will demand truth.

So, here I stand. I am not standing here as valedictorian by myself. I was molded by my environment, by all of my peers who are sitting here watching me. I couldn’t have accomplished this without all of you. It was all of you who truly made me the person I am today. It was all of you who were my competition, yet my backbone. In that way, we are all valedictorians.

I am now supposed to say farewell to this institution, those who maintain it, and those who stand with me and behind me, but I hope this farewell is more of a “see you later” when we are all working together to rear a pedagogic movement. But first, let’s go get those pieces of paper that tell us that we’re smart enough to do so!
~~~~~~~~~~
Pidato Erica tersebut juga dimuat di blog America dan mendapat tanggapan luas oleh publik di sana. Silakan baca di sini: http://americaviaerica.blogspot.com/2010/07/coxsackie-athens-valedictorian-speech.html

Kalau ingin melihat video pidato Erica di Youtube, klik ini:
atau masuk pada pranala berikut: http://www.youtube.com/watch?v=9M4tdMsg3ts&feature=player_embedded#!

Kamis, 07 November 2013

Lady Gaga ARTPOP IS COMING !!!

aaaaaaaa.... sebentar lagi dalam hitungan hari album ARTPOP dari sang Mother Monster LADYGAGA bakal dirilis hari senin besok, tanggal 11 November 2013, dalam beberapa hari kemarin ARTPOP sudah Leaked di Internet, yaaa.. walaupun sudah keluar harus tetep beli Albumnya yah, perkiraan harganya IDR 85.000, ini dia list lagu dari album ARTPOP:
"Aura"
"Venus"
"G.U.Y. (Girl Under You)"
"Sexxx Dreams"
"Jewels N’ Drugs" (feat. T.I., Too Short, and Twista)
'Manicure'
"Do What U Want" (feat. R. Kelly)
"Artpop"
"Swine"
"Donatella"
"Fashion!"
"Mary Jane Holland"
"Dope (Formerly I Wanna Be With You)"
"Gypsy"
"Applause"

#3DaysTillARTPOP !!!

Jumat, 27 September 2013

Cover Dance Medley Lady Gaga

Hey watch my Video Cover Dance Medley Lady Gaga !
Dancer: Rian & Tanti
http://twitter.com/ryanzah
http://twitter/tanti_indrasari
Music: Schiesse, Just Dance, Telephone, Bad Romance, Judas, And Born This Way in this link: http://www.youtube.com/watch?v=NLH7dX1tjxw

Minggu, 15 September 2013

Miley Cyrus - Wrecking Ball Music Video

hey watch second Song of Miley Cyrus in Album Bangerz 2013, Miley Cyrus - Wrecking Ball, Watch in this link http://www.youtube.com/watch?v=My2FRPA3Gf8 Menurut gue ini video keren, video ini juga ngalahin Viewersnya One Direction dalam 1 hari, WOW.. dan sekarang Wrecking Ball Menempati #1 HOT Billboard(Congrats Miley), di video ini nggak cuman sisi Telanjangnya aja tapi ada sisi Kehidupan percintaan Miley juga...

Minggu, 01 September 2013

Pengalaman Naik Bianglala ala Pasar Malem


hai.. udah ketemu lagi aja nih hehe..
Oiya kali ini mau cerita pengalaman Naik Bianglala ala Pasar Malem, oke Cekidot !

Malam itu adalah Malam minggu tanggal 31 Agustus 2013, niat pertama itu bukan langsung pergi ke Pasar Malem, tapi mau main sambil jemput dia kerumahnya untuk Pengajian, saya sebut aja ya namanya itu Tanti(she is my best friends) hehe.

Setibanya Dirumahnya jam 7an lah, lagian rumah saya dengan Tanti gak jauh-jauh amat.
Rian: Assalamualaikum Tanti...
Tanti: Waalaikumsalam, ehh.. ceu romlah, apakabar??
Rian: Alhamdulilah baik, aduh eceu sudah lama kita tidak berjumpe..
Tanti: Masuk-masuk...

Sebenernya saya sama tanti udah lama ga ketemu yah, makanya percakapan kita jadi gini hehe..
dirumah Tanti saya Ngobrol banyaaaaak.. salah satunya nunjukin video ladygaga terbaru(promosi dikit)
kebetulan dirumah tanti itu ada keluarganya, nah adiknya tanti itu kepengen banget kepasar Malem didepan Perumahan, adiknya itu rempong banget Alias cerewet, ngerengek-rengek ke Tanti supaya ke pasar malem, Tanti sendiri sih Nolak terus, tapi kemudian adiknya Tanti nyamper emaknya..

Mama Tanti: Tan, udah sana ke Pasar Malem, bentar ini cuman Naik yang Muter-muter itu..
dan Akhirnya kita jadi pergi bertiga with adiknya tanti, mamahnya tanti ngasih 15rb buat kita Bertiga Naik Bianglala Ala Pasar Malem, hehe.. cussss... capcus kesana naik Motor..

breeeem breeem... (suara motor)...

Sampelah kita di Pasar Malam, hehe.. kita Parkir dulu deh, ternyata disana itu RAMEEEE.. BGT!!!
yaudah deh kita langsung ketempat Karcis, biayanya itu Rp.5000(terbilang murah untuk Pasar Malam)
sedapetnya karcis itu kita bergegas ke TKP (bianglala), disana orang-orang udah banyak yang ngantri, dan kebanyakan yang mau naik masih Anak-Anak imut kaya saya haha..
sekitar 5 menit dapet lah giliran kita naik, disitu saya duduk sendirian dan tanti bersama adiknya (kalo saya sama tanti mungkin bakal ngejomplang kali ya haha)..
dan Fantasi itu dimulaaaai.. Tanti sama Adiknya itu belum apa-apa aja udah teriak duluan, tapi kalo saya sih Biasa aja yah.. hehe..disitu kita sempet foto-foto dulu lah biasa anak Narsis.. wkwk.
dan makin lama-makin lama itu Bianglala tambah kenceng aja jalanya, dan membuat kepala saya PUSING 7 KELILING(angkat tangan kekamera) berasa naik Halilintar 5 kali muter, dan saya hanya terdiam alias Speechless dalam bahasa inggrisnya mah haha..

Sekitar 5 menitan kita diatas sana muter-muter, setelah itu selesai.. kita 1-1 keluar..
Rian: cinnnn... pusing banget..
Tanti: iyaa sama gue juga pusing..
yah sama-sama deh kita pusingnya barengan, tapi yang saya heran itu Kenapa adiknya Tanti cengar-cengir aja(perlu ditanyakan), kemudian udah deh kita Pulang soalnya satu tujuan hanya kebiang lala dan Faktor Uang..
Adik Tanti: ka pengen itu...
Tanti: udah ah kita kesini cuman mau naik itu doang(bianglala) lagian kk ga punya duit..
biasa Bocah ngeliat sesuatu pengen, tanti bohong padahal dia ada uang sisa 3 rb, yaudah gajadi tanti bilang duitnya punya gue.. haha,, oke cus capcus kembali ke Rumah Tanti..

Sesampenya dirumah tanti, gue langsung Lemes Luntang-lantung gajelas (aku tak berdaya!!) haha..
dan disitu saya berpikira GAK MAU LAGI YANG NAMANYA NAIK BIANG LALA ALA PASAR MALEM!! THE END HAHA..



Sabtu, 31 Agustus 2013

Lady Gaga - Applause Music Video

kali ini saya mau ngepost Music Video dari Sang Mother Monster Lady Gaga, Single Applause ini dari Album Lady Gaga yang berjudul ARTPOP, video ini baru dirilis Tanggal 19 Agustus 2013 yg lalu, okay buat ade-ade dilarang Keras buat nonton video ini ya hehe.. https://www.youtube.com/watch?v=pco91kroVgQ

Siapa sih Rian ?

Assalamualaikum Wr.Wb, oiyah pada pengen tau kan siapa sih itu Rian? (gak mau pada kenal padahal), oke saya mulai yah. Nama Lengkap saya adalah Rian Rachmatsyah, saya lahir di kota Tanggerang 05 Desember 1995, kedua orangtua saya berasal dari kota Ciamis, Jawa barat. walaupun kedua orangtua saya dari Sunda, tetep aja gabisa Bahasa Sunda lancar (malu-maluin) saya anak ke-2 dari 3 bersaudara, saya itu terbilang orangnya Lebay, Kadang Pendiem, muka Innocent(gaksalah), gapernah Galau(kata orang), sekarang saya tinggal di Gunungsindur CITY , deketlah dari mana-mana, dan sekarang saya sedang berkuliah di Universitas  Pamulang Jurusan Teknik Informatika'12, saya hobi banget(aja) yang namanya Nyanyi dan ngedance, walaupun itu Otodidak sendiri hehe.. oke mungkin itu sedikit Profil tentang (Siapasih Rian?) see ya !

Blog Terbaruku

hai guys.. apakabar udah lama ga ngepost blog nih, akun rianrachmatsyah.blogspot.com itu udah hilang dari peradaban muka bumi(maaf lebay), dikarenakan lupa password, okay its My World will start now !!,  ENJOY !