HEY WELCOME TO MY BLOG, ENJOY !

Jumat, 01 Agustus 2014

why me LOVE GAGA?!?! (a little story about bullying)

hello, the next Posting kali ini gue mau bilang kenapa gue suka GAGA SO MUCH!

mungkin banyak diantara semua teman-teman gue termasuk ORANG TUA gue nanya kenapa suka GAGA.
Cekidot..

berawal dari sekitar tahun 2010 akhir, disaat itu gue kelas 1 SMA, dan disitu gue sama sekali TIDAK MENGENAL LADY GAGA, seinget gue sih waktu itu saat jam Istirahat disaat itu pula ada temen play lagu lady gaga, yang judulnya itu Telephone, and disitu gue seneng bgt denger lagunya, beat, dance, pop selera gue deh ya, dan gue tanya aja langsung sama temen gue "itu lagu siapa fe??", kata dia lagunya "Lady Gaga yan", dan gue masih bertanya-tanya SIAPA LADY GAGA?, dan disaat itu gue langsung cari Lirik Telephone, dan di hafalkan haha, biasa anak labil kalo lagi suka dengan seseorang gini, seperti suka sama sidia(jadi ga nyambung) haha.

Lanjut, selain lagu Telephone ini gue diperkenalkan lagu BAD ROMANCE, oleh seseorang dulu yang pernah ada dihati, haha. Yaitu Mbae Alias jesica Valiana, lupa sih gue percakapanya gimana, yang pasti dulu dia pernah bilang lagunya Bad Romance juga enak, dan gue gatau tulisan Bad Romance itu seperti apa, ini lucu banget (menurut gue), gue ngesearch di google itu bat roman- bat romans hahahaha (yakali lagu judulnya kelelawar jatuh cinta LOL) dan sampe ga ketemu-ketemu  itu lagu, dan pada akhirnya dia yang ngasih tau gue BAD ROMANCE, salah gue sih gak nanya judul lagunya haha.

dan pertama kali gue liat gaga langsung itu di TV acara Grammy Award 2011 bulan februari, rela-relain ga tidur sampe jam 12 buat nonton dia, disaat itu gaga Perform Born This Way! di lagu ini arti dari lirik Born this way ini dalem banget, ini petikan Reffnya:

I'm beautiful in my way'Cause God makes no mistakes
I'm on the right track, baby
I was born this way 
Don't hide yourself in regretJust love yourself and you're set
I'm on the right track, babyI was born this way

Don't hide yourself in regret 
Just love yourself and you're set 
I'm on the right track, baby
I was born this way

jadi menurut gue di lagu ini mungkin membuat sedikit perubahan dihidup gue, yaitu menjadi lebih berani Percaya diri, dan tidak Takut, and yup because youre born this way !

dan dia membuat separuh hidup gue berubah, dari TIDAK BERANI, MENJADI BERANI, mungkin tidak sepenuhnya, hidup gue yang dulu di BULLY dulu, dengan mendengar lagu ini gue bisa memaknai arti hidup.

Lady gagakan DAJJAL, pengikut dajjal, nge jelek-jelekin lah ini itulah, itu yang sering temen-temen gue bilang, gue selalu bilang, jangan pernah menganggap kejelekan orang itu dari LUAR, tapi kita tidak tahu DIDALAM, koreksi diri sendiri sebelum menilai orang Lain !

gue salut dengan dia(gaga) membangun Yayasan Born this way Foundation, disitu gaga memberikan Konseling-konseling kepada korban Bullying, karena gaga pernah di bully pada masa sekolahnya dulu, dan GAGA membuktikan kepada orang yang menjelekannya dulu, hingga GAGA seperti sekarang, mungkin GAGA ini salah satu Inspirasi gue, kenapa??

mungkin sebagian orang dari kata-kata tidak terpengaruh kedalam kehidupannya, ya gue terinspirasi dari Qoute nya dia...
contohnya seperti ini:

"You have to be unique, and different, and shine in your own way.”

"Let the Blood and the bruises define your Legacy"

"Take a Minute and Realize how Valuable you are."

dari quote itu lah gue harus WAKE UP dari keterpurukan hidup, cerita sedikit gue selalu sedih disaat gue menerima yang namanya Bullying, kenapa harus terjadi kepada gue??, selemah itukah gue saat dulu?, yup, kalo dipikir-pikir sekarang, gue itu bodoh banget dulu, kenapa DIAM SAJA, ya mungkin karena gue juga gabisa berbuat apa-apa, gue pasrah aja, mungkin dari situ gue mencoba menahan diri, and lihat kawan KARMA pasti berlaku.

hey kamu tidak sendirian, masih ada orang-orang yang mencintaimu, jadi bertahanlah, lawanlah segala amarahmu, jangan mau direndahkan, berjuanglah, gapailah cita-citamu, buktikan kepada teman-teman mu yang dulu membully mu, kalo kamu itu BISA MENJADI SESUATU!

mungkin sedikit cerita gue semoga tidak ada PRO/KONTRA haha, and I LOVE LADY GAGA, PROBLEM??

Thankyou for Visit :) HAVE A NICE DAY *Smile

THE END ?!

Selasa, 29 Juli 2014

(THR) Tugas Hari Raya

Assalamualaikum Wr.Wb 

udah lama enggak posting blog nih, hehe.. BUSY di dunia nyata jadi gini deh, oiya.. sebelumnya gue mau mengucapkan SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1435H, Minal Aidzin Walfaidzin Mohon maaf lahir & Batin :)

kali ini gue mau posting tentang TUGAS, yup.. Tugas dihari Raya, sebenernya sih udah sebulan yang lalu sih ini tugas, ya.. yang namanya Mahasiswa paling males kalo ngerjain tugas dihari-hari libur gini, huaaa, karena gue belum UAS, setelah lebaran ini libur hanya 1 minggu doang pfttt.. 

kalo kata temen gue, LIBUR KULIAH LIBUR TUGAS HAHA(bener juga sih) tapi kalaupun masuk juga, tugas bakal enggak dikerjain juga (Efek males), dan dikerjainya paling H-1 MASUK KULIAH LOL.

and now gue sebutin aja disini gue ada tugas mata pelajaran Pemrograman dan Bahasa Indonesia, mungkin yang ini TUGAS PALING REMPONG!! Because, kalo untuk pemrograman kita harus mekoreksi 1-1 koding yang salah, helloo !! gak cuman sikit tapi banyak aja, hmm.. tp gak apalah, masa kalah sama BILL GATES, hehe... selanjutnya Bahasa Indonesia, mungkin di Jurusan Teknik Informatika gak penting ya mata pelajaran ini, tapi membantu banget untuk menyusun SKRIPSI nanti, nah ngomongin masalah TUGAS, mapel ini termasuk REMPONG, haduh.. ya kita harus nyari bahan untuk membuat Karya Ilmiah dari tema Computer(Komputer Indonesianya), yup.. ditugas ini dibutuhkan 5 Referensi buku, ya gitu lah.. and Now i dont have topic for this :(

 untuk tugas Bahasa Indonesia ini nanya temen sih tema mereka apa, ada yang JAVA, Cloud computing, SO, dll.. salah satunya teman gue SIGIT haha, dia habis beli buku untuk tugas ini 200K alias 200rb, what so expensive, but gak apa-apa sih, bakal bermanfaat juga sih buat kita(kita?? haha) bukunya dapet 3 masih kurang 2 lagi, hmm... DAN SEKARANG INI TUGAS MASIH BERSIH ALIAS BELUM SAMA SEKALI HAHA, sorry bukanya membudayakan Malas, BECAUSE I DONT UNDERSTAND.

Mungkin itu cerita gue dihari Raya ini, so HAVE A GOOD TIME :)

Rabu, 20 November 2013

Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan”

Setiap acara wisuda di kampus-kampus selalu ada pidato sambutan dari salah seorang wisudawan. Biasanya yang terpilih memberikan pidato sambutan adalah pribadi yang unik, tetapi tidak selalu yang mempunyai IPK terbaik. Sepanjang yang saya pernah ikuti, isi pidatonya kebanyakan tidak terlalu istimewa, paling-paling isinya kenangan memorabilia selama menimba ilmu di kampus itu, kehidupan mahasiswa selama kuliah, pesan-pesan, dan ucapan terima kasih kepada dosen dan teman-teman civitas academica.

Namun, yang saya tulis dalam posting-an ini bukan pidato wisudawan, tetapi wisudawan SMA di Amerika. Beberapa hari yang lalu saya menerima kiriman surel dari teman di milis dosen yang isinya cuplikan pidato Erica Goldson (siswi SMA) pada acara wisuda di Coxsackie-Athens High School, New York, tahun 2010. Erica Goldson adalah wisudawan yang lulus dengan nilai terbaik pada tahun itu. Isi pidatonya sangat menarik dan menurut saya sangat memukau. Namun, setelah saya membacanya, ada rasa keprihatinan yang muncul (nanti saya jelaskan).Cuplikan pidato ini dikutip dari tulisan di blog berikut: http://pohonbodhi.blogspot.com/2010/09/you-are-either-with-me-or-against-me.html dan http://rinaldimunir.wordpress.com/2013/04/07/pidato-wisudawan-terbaik-memukau-tetapi-sekaligus-menakutkan/#comment-16493

“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.

Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini. Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja.

Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.

Saat anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik membaca hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu. Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan tersesat dalam kehidupan saya?

Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan…….”


Hmmm… setelah membaca pidato wisudawan terbaik tadi, apa kesan anda? Menurut saya pidatonya adalah sebuah ungkapan yang jujur, tetapi menurut saya kejujuran yang “menakutkan”. Menakutkan karena selama sekolah dia hanya mengejar nilai tinggi, tetapi dia meninggalkan kesempatan untuk mengembangkan dirinya dalam bidang lain, seperti hobi, ketrampilan, soft skill, dan lain-lain. Akibatnya, setelah dia lulus dia merasa gamang, merasa takut terjun ke dunia nyata, yaitu masyarakat. Bahkan yang lebih mengenaskan lagi, dia sendiri tidak tahu apa yang dia inginkan di dalam hidup ini.

Saya sering menemukan mahasiswa yang hanya berkutat dengan urusan kuliah semata. Obsesinya adalah memperoleh nilai tinggi untuk semua mata kuliah. Dia tidak tertarik ikut kegiatan kemahasiswaan, baik di himpunan maupun di Unit Kegiatan Mahasiswa. Baginya hanya kuliah, kuliah, dan kuliah. Memang betul dia sangat rajin, selalu mengerjakan PR dan tugas dengan gemilang. Memang akhirnya IPK-nya tinggi, lulus cum-laude pula. Tidak ada yang salah dengan obsesinya mengejar nilai tinggi, sebab semua mahasiswa seharusnya seperti itu, yaitu mengejar nilai terbaik untuk setiap kuliah. Namun, untuk hidup di dunia nyata seorang mahasiswa tidak bisa hanya berbekal nilai kuliah, namun dia juga memerlukan ketrampilan hidup semacam soft skill yang hanya didapatkan dari pengembangan diri dalam bidang non-akademis.

Nah, kalau mahasiswa hanya berat dalam hard skill dan tidak membekali dirinya dengan ketrampilan hidup, bagaimana nanti dia siap menghadapi kehidupan dunia nyata yang memerlukan ketrampilan berkomunikasi, berdiplomasi, hubungan antar personal, dan lain-lain. Menurut saya, ini pulalah yang menjadi kelemahan alumni ITB yang disatu sisi sangat percaya diri dengan keahliannya, namun lemah dalam hubungan antar personal. Itulah makanya saya sering menyemangati dan menyuruh mahasiswa saya ikut kegiatan di Himpunan mahasiswa dan di Unit-Unit Kegiatan, agar mereka tidak menjadi orang yang kaku, namun menjadi orang yang menyenangkan dan disukai oleh lingkungan tempatnya bekerja dan bertempat tinggal. Orang yang terbaik belum tentu menjadi orang tersukses, sukses dalam hidup itu hal yang lain lagi.

Menurut saya, apa yang dirasakan wisudawan terbaik Amerika itu juga merupakan gambaran sistem pendidikan dasar di negara kita. Anak didik hanya ditargetkan mencapai nilai tinggi dalam pelajaran, karena itu sistem kejar nilai tinggi selalu ditekankan oleh guru-guru dan sekolah. Jangan heran lembaga Bimbel tumbuh subur karena murid dan orangtua membutuhkannya agar anak-anak mereka menjadi juara dan terbaik di sekolahnya. Belajar hanya untuk mengejar nilai semata, sementara kreativitas dan soft skill yang penting untuk bekal kehidupan terabaikan. Sistem pendidikan seperti ini membuat anak didik tumbuh menjadi anak “penurut” ketimbang anak kreatif.

Baiklah, pada bagian akhir tulisan ini saya kutipkan teks asli (dalam Bahasa Inggris) Erica Goldson di atas agar kita memahami pidato lengkapnya. Teks asli pidatonya dapat ditemukan di dalam laman web ini: Valedictorian Speaks Out Against Schooling in Graduation Speech .

Valedictorian Speaks Out Against Schooling in Graduation Speech

by Erica Goldson

Here I stand

There is a story of a young, but earnest Zen student who approached his teacher, and asked the Master, “If I work very hard and diligently, how long will it take for me to find Zen? The Master thought about this, then replied, “Ten years.” The student then said, “But what if I work very, very hard and really apply myself to learn fast – How long then?” Replied the Master, “Well, twenty years.” “But, if I really, really work at it, how long then?” asked the student. “Thirty years,” replied the Master. “But, I do not understand,” said the disappointed student. “At each time that I say I will work harder, you say it will take me longer. Why do you say that?” Replied the Master, “When you have one eye on the goal, you only have one eye on the path.”

This is the dilemma I’ve faced within the American education system. We are so focused on a goal, whether it be passing a test, or graduating as first in the class. However, in this way, we do not really learn. We do whatever it takes to achieve our original objective.

Some of you may be thinking, “Well, if you pass a test, or become valedictorian, didn’t you learn something? Well, yes, you learned something, but not all that you could have. Perhaps, you only learned how to memorize names, places, and dates to later on forget in order to clear your mind for the next test. School is not all that it can be. Right now, it is a place for most people to determine that their goal is to get out as soon as possible.

I am now accomplishing that goal. I am graduating. I should look at this as a positive experience, especially being at the top of my class. However, in retrospect, I cannot say that I am any more intelligent than my peers. I can attest that I am only the best at doing what I am told and working the system. Yet, here I stand, and I am supposed to be proud that I have completed this period of indoctrination. I will leave in the fall to go on to the next phase expected of me, in order to receive a paper document that certifies that I am capable of work. But I contend that I am a human being, a thinker, an adventurer – not a worker. A worker is someone who is trapped within repetition – a slave of the system set up before him. But now, I have successfully shown that I was the best slave. I did what I was told to the extreme. While others sat in class and doodled to later become great artists, I sat in class to take notes and become a great test-taker. While others would come to class without their homework done because they were reading about an interest of theirs, I never missed an assignment. While others were creating music and writing lyrics, I decided to do extra credit, even though I never needed it. So, I wonder, why did I even want this position? Sure, I earned it, but what will come of it? When I leave educational institutionalism, will I be successful or forever lost? I have no clue about what I want to do with my life; I have no interests because I saw every subject of study as work, and I excelled at every subject just for the purpose of excelling, not learning. And quite frankly, now I’m scared.

John Taylor Gatto, a retired school teacher and activist critical of compulsory schooling, asserts, “We could encourage the best qualities of youthfulness – curiosity, adventure, resilience, the capacity for surprising insight simply by being more flexible about time, texts, and tests, by introducing kids into truly competent adults, and by giving each student what autonomy he or she needs in order to take a risk every now and then. But we don’t do that.” Between these cinderblock walls, we are all expected to be the same. We are trained to ace every standardized test, and those who deviate and see light through a different lens are worthless to the scheme of public education, and therefore viewed with contempt.

H. L. Mencken wrote in The American Mercury for April 1924 that the aim of public education is not “to fill the young of the species with knowledge and awaken their intelligence. … Nothing could be further from the truth. The aim … is simply to reduce as many individuals as possible to the same safe level, to breed and train a standardized citizenry, to put down dissent and originality. That is its aim in the United States.”

To illustrate this idea, doesn’t it perturb you to learn about the idea of “critical thinking?” Is there really such a thing as “uncritically thinking?” To think is to process information in order to form an opinion. But if we are not critical when processing this information, are we really thinking? Or are we mindlessly accepting other opinions as truth?

This was happening to me, and if it wasn’t for the rare occurrence of an avant-garde tenth grade English teacher, Donna Bryan, who allowed me to open my mind and ask questions before accepting textbook doctrine, I would have been doomed. I am now enlightened, but my mind still feels disabled. I must retrain myself and constantly remember how insane this ostensibly sane place really is.
And now here I am in a world guided by fear, a world suppressing the uniqueness that lies inside each of us, a world where we can either acquiesce to the inhuman nonsense of corporatism and materialism or insist on change. We are not enlivened by an educational system that clandestinely sets us up for jobs that could be automated, for work that need not be done, for enslavement without fervency for meaningful achievement. We have no choices in life when money is our motivational force. Our motivational force ought to be passion, but this is lost from the moment we step into a system that trains us, rather than inspires us.

We are more than robotic bookshelves, conditioned to blurt out facts we were taught in school. We are all very special, every human on this planet is so special, so aren’t we all deserving of something better, of using our minds for innovation, rather than memorization, for creativity, rather than futile activity, for rumination rather than stagnation? We are not here to get a degree, to then get a job, so we can consume industry-approved placation after placation. There is more, and more still.

The saddest part is that the majority of students don’t have the opportunity to reflect as I did. The majority of students are put through the same brainwashing techniques in order to create a complacent labor force working in the interests of large corporations and secretive government, and worst of all, they are completely unaware of it. I will never be able to turn back these 18 years. I can’t run away to another country with an education system meant to enlighten rather than condition. This part of my life is over, and I want to make sure that no other child will have his or her potential suppressed by powers meant to exploit and control. We are human beings. We are thinkers, dreamers, explorers, artists, writers, engineers. We are anything we want to be – but only if we have an educational system that supports us rather than holds us down. A tree can grow, but only if its roots are given a healthy foundation.

For those of you out there that must continue to sit in desks and yield to the authoritarian ideologies of instructors, do not be disheartened. You still have the opportunity to stand up, ask questions, be critical, and create your own perspective. Demand a setting that will provide you with intellectual capabilities that allow you to expand your mind instead of directing it. Demand that you be interested in class. Demand that the excuse, “You have to learn this for the test” is not good enough for you. Education is an excellent tool, if used properly, but focus more on learning rather than getting good grades.

For those of you that work within the system that I am condemning, I do not mean to insult; I intend to motivate. You have the power to change the incompetencies of this system. I know that you did not become a teacher or administrator to see your students bored. You cannot accept the authority of the governing bodies that tell you what to teach, how to teach it, and that you will be punished if you do not comply. Our potential is at stake.

For those of you that are now leaving this establishment, I say, do not forget what went on in these classrooms. Do not abandon those that come after you. We are the new future and we are not going to let tradition stand. We will break down the walls of corruption to let a garden of knowledge grow throughout America. Once educated properly, we will have the power to do anything, and best of all, we will only use that power for good, for we will be cultivated and wise. We will not accept anything at face value. We will ask questions, and we will demand truth.

So, here I stand. I am not standing here as valedictorian by myself. I was molded by my environment, by all of my peers who are sitting here watching me. I couldn’t have accomplished this without all of you. It was all of you who truly made me the person I am today. It was all of you who were my competition, yet my backbone. In that way, we are all valedictorians.

I am now supposed to say farewell to this institution, those who maintain it, and those who stand with me and behind me, but I hope this farewell is more of a “see you later” when we are all working together to rear a pedagogic movement. But first, let’s go get those pieces of paper that tell us that we’re smart enough to do so!
~~~~~~~~~~
Pidato Erica tersebut juga dimuat di blog America dan mendapat tanggapan luas oleh publik di sana. Silakan baca di sini: http://americaviaerica.blogspot.com/2010/07/coxsackie-athens-valedictorian-speech.html

Kalau ingin melihat video pidato Erica di Youtube, klik ini:
atau masuk pada pranala berikut: http://www.youtube.com/watch?v=9M4tdMsg3ts&feature=player_embedded#!

Kamis, 07 November 2013

Lady Gaga ARTPOP IS COMING !!!

aaaaaaaa.... sebentar lagi dalam hitungan hari album ARTPOP dari sang Mother Monster LADYGAGA bakal dirilis hari senin besok, tanggal 11 November 2013, dalam beberapa hari kemarin ARTPOP sudah Leaked di Internet, yaaa.. walaupun sudah keluar harus tetep beli Albumnya yah, perkiraan harganya IDR 85.000, ini dia list lagu dari album ARTPOP:
"Aura"
"Venus"
"G.U.Y. (Girl Under You)"
"Sexxx Dreams"
"Jewels N’ Drugs" (feat. T.I., Too Short, and Twista)
'Manicure'
"Do What U Want" (feat. R. Kelly)
"Artpop"
"Swine"
"Donatella"
"Fashion!"
"Mary Jane Holland"
"Dope (Formerly I Wanna Be With You)"
"Gypsy"
"Applause"

#3DaysTillARTPOP !!!